
Sang Jenderal Besar Bintang Lima pertama negeri ini, pemimpin karismatik dan tegas. Menyatukan berbagai unsur Tentara Rakyat yang dulu beragam berasal berbagai kalangan, rakyat biasa, ormas, kepemudaan atau pelajar yang punya ego sendiri.
Bagi bangsa ini, Jenderal
Soedirman mewariskan watak pantang menyerah oleh keadaan dan situasi. Ia berwatak
keras untuk menegakkan prinsip. Ia mengandalkan kebersihan jiwa untuk mencapai
tujuan, serta ketabahan hati untuk melalui segala macam penderitaan. Bergerilya
masuk hutan keluar hutan diatas tandu dengan badan sempoyongan, bernafas mengandalkan
paru-paru yang tinggal sebelah, digeregoti TBC dan batuk-batuk sepanjang malam
demi mengemban tugas besar mempertahankan dan menunjukkan kepada belanda bahwa
TNI masih utuh. Konon, setiap prajurit berebutan
mengangkut tandu sang jenderal itu. Mereka semua merasa haru melihat sosok Pak
Dirman.
Pasukan baret
merah Belanda selalu gagal menangkap Soedirman. Berkali-kali pasukan kebanggaan Jenderal Spoor ini harus
pulang dengan tangan hampa saat memburu
Soedirman. Perjuangan Soedirman tidak
sia-sia.
Berbagai serangan yang dilakukan TNI mampu mendesak Belanda duduk ke meja perundingan. Hingga akhirnya Belanda setuju untuk meninggalkan Yogyakarta. Maka Soedirman kembali ke Yogyakarta. Resimen-resimen TNI berbaris menyambutnya. Mereka tidak kuasa menahan haru melihat tubuh kurus yang berbalut mantel seperti milik petani itu. Para prajurit tahu hanya semangat yang membuat Pak Dirman tahan bergerilya berbulan-bulan. Mata para prajurit yang berbaris rapi itu basah oleh air mata. Dada mereka sesak saat memberikan penghormatan bersenjata pada Soedirman.
Semua tahu, gerilya yang dilakukan Soedirman besar artinya untuk Republik Indonesia. Jika Soedirman tidak bergerilya dan melakukan serangan pada Belanda, maka dunia internasional akan percaya propaganda Belanda bahwa republik sudah hancur. Tanpa gerilya, Indonesia tidak akan mungkin punya suara dalam perundingan Internasional.
Berbagai serangan yang dilakukan TNI mampu mendesak Belanda duduk ke meja perundingan. Hingga akhirnya Belanda setuju untuk meninggalkan Yogyakarta. Maka Soedirman kembali ke Yogyakarta. Resimen-resimen TNI berbaris menyambutnya. Mereka tidak kuasa menahan haru melihat tubuh kurus yang berbalut mantel seperti milik petani itu. Para prajurit tahu hanya semangat yang membuat Pak Dirman tahan bergerilya berbulan-bulan. Mata para prajurit yang berbaris rapi itu basah oleh air mata. Dada mereka sesak saat memberikan penghormatan bersenjata pada Soedirman.
Semua tahu, gerilya yang dilakukan Soedirman besar artinya untuk Republik Indonesia. Jika Soedirman tidak bergerilya dan melakukan serangan pada Belanda, maka dunia internasional akan percaya propaganda Belanda bahwa republik sudah hancur. Tanpa gerilya, Indonesia tidak akan mungkin punya suara dalam perundingan Internasional.
Di depan istana
Presiden Yogyakarta, Soedirman merangkul Soedirman. Soekarno sempat mengulangi pelukannya karena saat pelukan pertama tidak
ada yang memotret momen itu. Momen ini penting artinya, pertemuan keduanya
seakan menghapus perbedaan pendapat antara pemimpin sipil dan militer.
Soedirman meninggal 29 Januari 1950. Saat merah putih sudah berkibar di
seluruh pelosok nusantara, Soedirman tidak
hidup cukup lama untuk melihat hasil perjuangannya. Semoga kita bukan
generasi muda yang melupakan sejarah bangsa, semoga kita bisa meneladani tokoh-tokoh
yang mampu mengubah Indonesia sehingga kita merasakan makna merdeka yang
sekarang ini kita rasakan dari jerih payah mereka.
Dari Berbagai Sumber