Social Icons

twitterfacebook

Pages

Jumat, 27 September 2013

Pak Dirman



“Belajar menahan penderitaan berguna bagi hidup di kemudian hari. Suatu Kelak, boleh jadi kita akan mengalami lebih hebat dari ini (Jenderal Soedirman)”.

Sang Jenderal Besar Bintang Lima pertama negeri ini, pemimpin karismatik dan tegas. Menyatukan berbagai unsur Tentara Rakyat yang dulu beragam berasal berbagai kalangan, rakyat biasa, ormas, kepemudaan atau pelajar yang punya ego sendiri.  

Bagi bangsa ini, Jenderal Soedirman mewariskan watak pantang menyerah oleh keadaan dan situasi. Ia berwatak keras untuk menegakkan prinsip. Ia mengandalkan kebersihan jiwa untuk mencapai tujuan, serta ketabahan hati untuk melalui segala macam penderitaan. Bergerilya masuk hutan keluar hutan diatas tandu dengan badan sempoyongan, bernafas mengandalkan paru-paru yang tinggal sebelah, digeregoti TBC dan batuk-batuk sepanjang malam demi mengemban tugas besar mempertahankan dan menunjukkan kepada belanda bahwa TNI masih utuh. Konon, setiap prajurit berebutan mengangkut tandu sang jenderal itu. Mereka semua merasa haru melihat sosok Pak Dirman.

Pasukan baret merah Belanda selalu gagal menangkap Soedirman. Berkali-kali pasukan kebanggaan Jenderal Spoor ini harus pulang dengan tangan hampa saat memburu Soedirman.  Perjuangan Soedirman tidak sia-sia. 

Berbagai serangan yang dilakukan TNI mampu mendesak Belanda duduk ke meja perundingan. Hingga akhirnya Belanda setuju untuk meninggalkan Yogyakarta. Maka Soedirman kembali ke Yogyakarta. Resimen-resimen TNI berbaris menyambutnya. Mereka tidak kuasa menahan haru melihat tubuh kurus yang berbalut mantel seperti milik petani itu. Para prajurit tahu hanya semangat yang membuat Pak Dirman tahan bergerilya berbulan-bulan. Mata para prajurit yang berbaris rapi itu basah oleh air mata. Dada mereka sesak saat memberikan penghormatan bersenjata pada Soedirman.

Semua tahu, gerilya yang dilakukan Soedirman besar artinya untuk Republik Indonesia. Jika Soedirman tidak bergerilya dan melakukan serangan pada Belanda, maka dunia internasional akan percaya propaganda Belanda bahwa republik sudah hancur. Tanpa gerilya, Indonesia tidak akan mungkin punya suara dalam perundingan Internasional.

Di depan istana Presiden Yogyakarta, Soedirman merangkul Soedirman. Soekarno sempat mengulangi  pelukannya karena saat pelukan pertama tidak ada yang memotret momen itu. Momen ini penting artinya, pertemuan keduanya seakan menghapus perbedaan pendapat antara pemimpin sipil dan militer.

Soedirman meninggal 29 Januari 1950. Saat merah putih sudah berkibar di seluruh pelosok nusantara, Soedirman tidak hidup cukup lama untuk melihat hasil perjuangannya. Semoga kita bukan generasi muda yang melupakan sejarah bangsa, semoga kita bisa meneladani tokoh-tokoh yang mampu mengubah Indonesia sehingga kita merasakan makna merdeka yang sekarang ini kita rasakan dari jerih payah mereka.
Dari Berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Total Pageviews