Kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung
sudah sangat dikenal, meniti tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es
atau salju kini bukan lagi merupakan suatu impian. Ada satu kegiatan lain di
alam bebas yang mulai berkembang, yaitu Telusur Gua.
Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan dilakukan di
alam terbuka, tidak demikian halnya dengan telusur gua ; kegiatan ini justru
dilakukan di dalam tanah.
Telusur Gua atau Caving berasal dari kata cave, artinya gua.
Menurut Mc Clurg, cave atau gua bearti “ruang alamiah di dalam bumi”, yang
biasanya terdiri dari ruangan-ruangan dan lorong-lorong.
Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai ‘aktivitas penelusuran
gua’. Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak lepas dari keadaan gelap total.
Justru keadaan seperti ini yang menjadi daya tarik bagi seorang caver, sebutan
untuk seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap bawah tanah
menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar bercampur
dengan perasaan cemas karena gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ?
membahayakankah ? adakah kehidupan di sana ? Pertanyaan lebih jauh bagaimana
lorong-lorong itu terbentuk ? Pertanyaan yang kemudian timbul, kemudian
berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan aspeknya, termasuk misteri yang
dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”. Ruang lingkup ilmu pengetahuan
ini tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya saja, tetapi juga potensinya;
meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang, tata lingkungan, geologi gua,
dan segi-segi alamiah lainnya.
Kalau sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang
gelap mengangga”, maka para penelusur gua justru masuk kedalamnya, sampai
berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil apapun tak luput dari perhatiannya,
jika perlu akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam sekalipun.
Mc. Clurg mencatat, setiap penelusuran gua tidak menginginkan
lorong yang ditelusurinya berakhir, mereka mengharapkan di setiap kelokan di
dalam gua dijumpai lorong-lorong yang panjangnya tidak pernah disaksikan oleh
siapapun sebelumnya. Sehingga apabila orang bertanya, “ Mengapa mereka memasuki
gua ?”, barangkali catatan Norman Edwin adalah jawabannya, “ Adalah suatu
kepuasan bagi seorang penelusur gua bila lampu yang dibawanya merupakan sinar
pertama yang mengungkapkan sebuah pemandangan yang menakjubkan di bawah tanah”.
2. Sejarah Penelusuran Gua
Sejarah penelusuran gua dimulai di Eropa sejak 200 tahun
lalu. Eksplorasi pertama tercatat dalam sejarah adalah tanggal 15 Juli 1780,
ketika Louis Marsalliers menuruni gua vertikal Fairies di Languedoc, Perancis.
Kemudian pada tanggal 27 Juni 1888, seorang ahli hukum dari Paris bernama
Eduard Alfred Martel mengikuti jejak Marssalliers. Penelusurannya kali ini
direncanakan lebih matang dengan menggunakan peralatan lengkap seperti katrol,
tangga gantung, dan perahu kanvas yang pada waktu itu baru diperkenalkan oleh
orang-orang Amerika. Bahkan telephone yang baru diperkenalkan digunakan untuk
komunikasi di dalam tanah. Usaha Martel ini dianggap sebagai revolusi di bidang
penelusuran gua, sehingga ia disebut sebagai “Bapak Speleologi Modern”.
Prestasi Martel juga dalam hal memetakan gua yang merupakan
kewajiban seorang penelusur gua ketika ia melakukan eksplorasi gua ketika ia
melakukan eksplorasi gua. Antara tahun 1888-1913, Martel telah banyak memetakan
gua dalam setiap penelusurannya, ini digunakan untuk kepentingan ilmiah, dan
untuk merekam kedalaman serta panjang gua-gua tersebut.
Ketika Perang Dunia II selesai, kegiatan penelusuran gua
memunculkan kembali dua orang tokoh ; Robert de Jolly dan Norman Casteret. De
Jolly merupakan pembaharu di bidang peralatan peralatan penelusuran gua,
seperti tangga gantung dari aluminium dan perahu kanvas yang lebih sempurna.
Penemuan ini mejadi standar bagi para penelusur gua sampai 50 tahun kemudian.
Sedangkan Casteret menjadi pioneer di bidang “cave diving”. Usahanya ini
dilakukan pada tahun 1922, ketika Casteret pertama kali menyelami lorong-lorong
yang penuh air di gua Montespan tanpa bantuan peralatan apapun.
Karangan-karangan Casteret antara lain “My Cave” dan “Ten Years Under Ground”,
yang kemudian menjadi buku pegangan bagi para penggemar cave diving dan ahli
speleologi.
Kebanyakan penelusur gua memulai kegiatannya sebagai pemanjat
tebing, karena memang kegiatan yang dilakukan hampir serupa. Para pemanjat
tebing pula yang memberi inspirasi bagi perkembangan penelusuran gua. French
Alpine Club, sebuah perkumpulan pendaki gunung ternama di Eropa telah
mengadakan ekspedisi bawah tanah, dan untuk pertama kalinya menggunakan tali
sebagai pengganti tangga gantung. Kelompok ini pula yang mencipatakan rekor
penurunan gua vertikal sedalam 608m.
Sejarah penelusuran gua sejalan dengan sejarah penelitian gua
(speleologi), kedua kegiatan ini tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Hal
inilah yang dilakukan oleh Eduard Martel, Robert de Jolly, Norman Casteret dan
banyak lagi penelusur gua di seluruh dunia.
Terjadinya Gua
Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu
rekahan dan cairan. Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona lemah”,
merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar.
Cairan ini dapat berupa larutan magma atau air. Larutan magma menerobos ke luar
karena kegiatan magmatis dan mengikis sebagian daerah yang dilaluinya. Apabila
kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya (penyusutan magma cair) akan
meninggalkan bentuk gua, lorong, celah atau bentuk lain semacamnya. Ini sering
disebut gua lava, biasanya di daerah gunung berapi.
Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilaluinya, tidak
hanya proses mekanis, tetapi juga proses kimiawi. Karenanya, dinding celah atau
gua, biasanya mempunyai permukaan yang halus dan licin.
Pembentukan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan
gamping, karst, dengan komposisi dominan Kalsium Karbonat (CaCO3), disebut gua
batu gamping. Batuan ini sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan atau air
tanah. Oleh karenanya, reaksi kimiawi dan pelarutan dapat terjadi di permukaan
dan di bawah permukaan. Tetapi sering kali ditemukan juga mineral-mineral hasil
reaksi yang tidak larut di dalam air, misalnya kuarsa dan mineral ‘lempung’.
Lazimnya bahan-bahan ini akan membentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan
jenuh kalsium, di tempat yang tidak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan
dalam bentuk kristalin, antara lain berupa stalagtit dan stalagmit, yang
tersusun dari mineral kalsit, dan variasi-variasai ornamen gua lainnya yang
menarik untuk dilihat.
Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih rendah. Sama
dengan yang terjadi di bawah permukaan. Hal ini berakibat daya reaksi dan
pengikisan bersifat kumulatif. Tidak heran betapapun kecilnya sebuah celah
tempat masuknya air di permukaan dapat menyebabkan hasil pengikisan berupa
rongga yang besar, bahkan lebih besar di tempat yang lebih dalam. Rongga yang
terbentuk mestinya berhubungan pula, hal ini mungkin karena sifat air yang
mudah menyusup ke dalam celah yang kecil dan sempit sekalipun.
Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada intensitas
proses kimiawi dan pengikisan yang berlangsung, akan tetapi juga ditentukan
oleh jangka waktu proses itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang terjadi di
bawah permukaan tidak menentu. Seandainya ditemukan pola rongga yang spesifik
(mengikuti arah tertentu) maka dapat diperkirakan faktor geologi ikut berperan,
misalnya adanya sistim patahan atau aspek geologis lainnya.
sumber :
http://rimbakalimantan.multiservers.com/tips4.html
Suntuk dan jenuh
melanda ku berharap alam mampu memberiku ketenangan yang luar biasa, membuat
hati ini tentram, membuat ku senantiasa berpikir betapa indahnya ciptaan tuhan.
Ingin mencobanya, telusur gua (caving). Semoga ada kesempatan……